Foto: Penetapan Zona Merah Tanpa Dasar Hukum, DPRD Lembata Desak Pembangunan di NTT.
INVESTIGASINEWS.CO
LEMBATA - Tidak terbangunnya infrastruktur, khususnya akses jalan dan jembatan di sebagian wilayah Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur, yang merupakan daerah terdampak bencana banjir bandang tahun 2020, diduga karena wilayah tersebut disebut masuk dalam kawasan “zona merah”.
Rumor ini berkembang luas di masyarakat dan menjadi asumsi publik. Namun, muncul pandangan berbeda dari Ketua DPRD Kabupaten Lembata, Safrudin Sira, yang menilai penetapan zona merah tersebut tidak memiliki dasar hukum.
“Sudah saya tanyakan dalam sebuah rapat dengan pemerintah daerah. Ternyata penetapan wilayah zona merah itu tanpa dasar hukum,” ujar Safrudin Sira kepada Investigasinews.co di ruang kerjanya, Senin (27/10/2025).
Menurut Safrudin, pemerintah pusat saja mampu membangun jembatan besar di Desa Waimatan — salah satu wilayah yang mengalami kerusakan terparah akibat badai Seroja. Karena itu, ia mempertanyakan alasan pemerintah daerah yang masih mempersoalkan status zona merah.
“Penetapan wilayah terdampak badai Seroja sebagai kawasan zona merah itu hanya omon-omon saja, tanpa dasar hukum,” tegas Safrudin.
Ia juga menyoroti sikap pemerintah daerah yang enggan melanjutkan pembangunan sarana, prasarana, dan infrastruktur penunjang di kawasan yang hancur akibat banjir bandang. Salah satu alasannya, kata dia, karena beberapa kepala desa di wilayah itu sudah menandatangani surat pernyataan bersedia direlokasi.
Safrudin menambahkan, ketika DPRD Lembata mengusulkan program pengadaan air bersih untuk Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur, pemerintah pusat justru menyambut baik dan menjadikannya program prioritas — tanpa menyinggung soal zona merah.
“Kami mendesak pemerintah daerah agar melanjutkan pembangunan akses jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya di wilayah Ile Ape dan Ile Ape Timur demi menunjang program unggulan Nelayan, Tani, Ternak. Sebab, mayoritas masyarakat di wilayah itu berprofesi sebagai nelayan, petani, dan peternak,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan, sebagian warga yang telah direlokasi kini kembali menggarap lahan di desa asal mereka. Hal itu karena di lokasi relokasi, pemerintah hanya menyediakan rumah tanpa sarana pendukung yang memadai untuk bekerja sebagai nelayan, petani, maupun peternak.
Selain itu, Safrudin juga mengusulkan agar kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dipindahkan ke Kecamatan Ile Ape.
“Kami meminta agar kantor BPBD dipindahkan ke Ile Ape. Dengan begitu, pihak BPBD dapat merasakan langsung kondisi masyarakat di sana. Jadi, apa yang diusulkan ke pemerintah pusat benar-benar sesuai dengan fakta di lapangan,” ungkap Safrudin Sira Ladopurab.***tvb
(tvb)
Komentar