Opini ditulis oleh: Tresia Eldis Dius dari Program Studi Kebidanan, Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.
INVESTIGASINEWS.CO
RUTENG – Sebuah ulasan akademis mengungkapkan bahwa angka kejadian anemia pada ibu hamil di Indonesia masih berada pada tingkat yang memprihatinkan, dengan prevalensi berkisar antara 20 hingga 80 persen, bahkan banyak penelitian menunjukkan angka mencapai sekitar 50 persen. Temuan ini menunjukkan bahwa anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius dan memerlukan perhatian besar.
Ulasan tersebut, yang disusun oleh Tresia Eldis Dius dari Program Studi Kebidanan, Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng, berdasarkan artikel karya Tessa Sjahriani dan Vera Faridah (Jurnal Kebidanan, 2019), menyoroti beberapa faktor yang berhubungan dengan tingginya kejadian anemia. Faktor-faktor tersebut meliputi usia ibu, paritas (jumlah kelahiran), jarak kelahiran, usia kehamilan, dan yang terpenting, tingkat pengetahuan ibu.
“Ibu dengan usia terlalu muda atau terlalu tua, memiliki paritas tinggi, serta jarak kelahiran yang terlalu dekat berisiko lebih besar mengalami anemia. Selain itu, kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya asupan gizi dan konsumsi tablet zat besi turut memperburuk kondisi tersebut,” jelas Tresia dalam tulisannya, Senin.
Wilayah Indonesia bagian barat, seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Lampung, disebutkan memiliki prevalensi anemia yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan kondisi kesehatan antarwilayah yang dipengaruhi oleh perbedaan akses layanan kesehatan, pendidikan, dan status sosial ekonomi.
Edukasi dan Peran Tenaga Kesehatan Kunci Pencegahan
Ulasan ini menekankan bahwa upaya pencegahan tidak hanya berfokus pada aspek medis, tetapi juga pada peningkatan edukasi. Peran tenaga kesehatan, khususnya bidan di puskesmas, dinilai sangat krusial dalam memberikan promosi kesehatan dan konseling gizi kepada ibu hamil.
“Di sinilah pentingnya edukasi dari tenaga kesehatan untuk meningkatkan kesadaran ibu hamil terhadap pola makan bergizi dan pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin,” tulis Tresia.
Rekomendasi untuk Penanganan yang Komprehensif
Sebagai bentuk solusi, ulasan ini memberikan beberapa rekomendasi. Bagi tenaga kesehatan, diharapkan dapat lebih aktif dalam memberikan pendampingan intensif, terutama kepada ibu hamil berisiko tinggi.
Bagi ibu hamil, disarankan untuk mengonsumsi makanan kaya zat besi seperti daging merah, hati, sayuran hijau, dan kacang-kacangan, serta rutin mengonsumsi tablet Fe sesuai anjuran.
Sementara itu, pemerintah daerah dan pihak puskesmas didorong untuk meningkatkan program pencegahan anemia melalui kegiatan seperti kelas ibu hamil, penyuluhan gizi, dan distribusi tablet Fe yang merata dan terpantau.
“Anemia pada ibu hamil bukan hanya masalah medis, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi yang kompleks. Upaya penanggulangannya harus melibatkan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat,” pungkas Tresia.
Untuk penelitian ke depan, disarankan agar menggunakan sampel yang lebih besar dan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi serta pola konsumsi harian untuk mendapatkan analisis yang lebih komprehensif. Penelitian longitudinal juga diperlukan untuk mengkaji hubungan sebab-akibat yang lebih mendalam.***
Opini ditulis oleh: Tresia Eldis Dius dari Program Studi Kebidanan, Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.
Komentar