INVESTIGASINEWS.CO
SIAK — Saat pagi belum begitu tinggi, puluhan orang memasuki ruang rapat Kantor Bapperida Siak, Rabu–Kamis (21–22/5/2025). Aroma kopi dan tumpukan berkas memenuhi meja besar di tengah ruangan.
Beberapa wajah terlihat asing—bukan ASN, bukan pula pejabat Pemkab Siak. Sebagian lainnya merupakan wajah lama: mantan birokrat yang dulu menduduki pucuk jabatan. Mereka mengenakan pakaian santai khas kampus—kemeja panjang, celana bahan, tanpa lambang pangkat. Mereka adalah akademisi, birokrat senior, dan profesional dari berbagai bidang.
Sejak Rabu, mereka diminta menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Siak. Mereka adalah tim transisi pemerintahan baru yang dibentuk oleh Bupati Siak terpilih, Dr. Afni Z, untuk menciptakan quantum leap menuju Siak yang lebih hebat.
Namun, sebelum rencana disusun, beban berat sudah menanti: utang. Pemerintah Kabupaten Siak yang dalam waktu dekat akan resmi dipimpin Afni menghadapi masalah keuangan serius.
“Totalnya sekitar Rp331 miliar lebih. Itu baru tunda bayar, belum termasuk yang lain,” kata Afni dalam catatan arahannya.
Afni tidak hadir pada rapat kedua tim transisi, Kamis itu. Namun, pesannya disampaikan oleh Syamsurizal, wakil bupati terpilih, yang menjadi utusan resmi. Di dalam map cokelat, terdapat catatan tangan Afni, berisi daftar pekerjaan dan serangkaian keputusan penting untuk arah pemerintahan lima tahun ke depan.
Tak Ada Lagi Lelang Berbasis Utang
Pada rapat perdana, Rabu (21/5), Afni hadir langsung dan mendengarkan laporan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta Plt. Sekda Siak, Fauzi Asni, terkait kondisi keuangan daerah: anggaran defisit, tunda bayar menumpuk, dan proses belanja yang belum sepenuhnya transparan.
Afni memulai langkah pertamanya dari titik itu. Ia dengan tegas menyerukan agar lelang proyek yang tidak mendesak dihentikan.
“Jika tidak terlalu urgen, lebih baik ditunda dulu lelangnya. Prioritaskan bayar utang,” kata Afni dengan ekspresi serius.
Ia menegaskan bahwa itu bukan sekadar kebijakan darurat, melainkan amanat dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, yang menekankan efisiensi dan belanja produktif. Di Siak, tantangannya lebih kompleks: beberapa proyek fisik sudah dilelang, sementara dananya belum pasti tersedia.
Afni pun mengingatkan pentingnya menaati Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 yang menyatakan bahwa pendapatan harus tersedia dan pasti sebelum proyek dilelang.
“Jangan lelang berbasis utang. Itu hanya akan menambah beban fiskal dan memperburuk kondisi masyarakat,” ujar mantan jurnalis tersebut.
Peta Lahan, Seragam Gratis, dan Ekonomi Mikro
Meski ketat dalam pengetatan fiskal, Afni menegaskan bahwa program prioritas tak boleh hilang arah. Ia meminta agar janji kampanye segera dilaksanakan secara bertahap, dimulai dari program seragam sekolah gratis.
“Targetnya bisa dimulai tahun ajaran baru,” katanya.
Ia juga meminta agar pembayaran gaji ASN dan honorer dilakukan tepat waktu, karena itu merupakan kewajiban yang berpengaruh langsung terhadap perputaran ekonomi mikro.
“Gaji ASN dan honorer itu berputar di pasar, di warung, di usaha kecil. Kalau itu macet, rakyat kecil juga yang tersendat,” ujarnya.
Di sektor pertanahan, Afni menyatakan rencana ambisius: menyusun peta lengkap penguasaan lahan dan kawasan hutan sebagai bagian dari penyelesaian persoalan agraria dan hak tanah adat.
“Masalah tanah dan hutan ini bukan kerja instan, tapi harus ada progres. Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi?” katanya.
Ia pun mendorong peningkatan anggaran untuk Bagian Pertanahan, bukan untuk proyek besar, tapi untuk alat kerja dasar seperti GPS, dokumen, hingga peta digital.
Menghadang Isu dan Spekulasi Jabatan
Di tengah kerja tim transisi, muncul berbagai rumor: pengumpulan SK honorer, transaksi jabatan, dan pihak-pihak yang mengaku sebagai tim Afni–Syamsurizal yang menawarkan posisi jabatan. Afni langsung membantah semua isu tersebut.
“Tidak ada transaksi apa pun untuk mutasi jabatan. Belum kepikiran ke arah sana. Kalau ada yang jual nama saya, tidak perlu dipercaya,” tegasnya.
Ia menegaskan, tidak ada utusan resmi dari dirinya maupun Syamsurizal untuk membagikan jabatan, baik di pemerintahan maupun di BUMD. Afni memahami bahwa masa transisi adalah periode rawan politik balas budi, namun ia tidak ingin terseret ke dalamnya.
Sebaliknya, ia meminta seluruh aparatur tetap fokus melayani masyarakat dan tidak terpengaruh oleh isu.
“Jangan lupa beri senyum pada rakyat. Itu sedekah paling mudah dan murah. Langsung dicatat sebagai amal jariyah. Pahalanya, insyaallah, tidak pakai tunda bayar,” ujarnya.
RPJMD dan Jalan Baru
Hari itu, tim transisi masih menggelar rapat lanjutan. Di ruang berbeda, panitia kecil juga mulai mempersiapkan prosesi pelantikan bupati dan wakil bupati yang akan digelar dalam waktu dekat.
Afni telah menitipkan catatan tertulis kepada beberapa OPD strategis, termasuk kerangka awal RPJMD sebagai pedoman pembangunan lima tahun ke depan. Ia meminta publik ikut mengawasi.
“Pemerintah harus jujur kepada rakyat. Kalau anggaran belum ada, katakan belum ada. Jangan pakai ilusi,” tegasnya.
Tugas tim transisi mungkin bersifat sementara. Namun, fondasi yang mereka bangun bisa menentukan apakah Siak akan keluar dari pusaran utang dan ketidakefisienan, atau kembali terjebak dalam pola lama: gemuk di atas kertas, tapi rapuh di lapangan.
Tim Transisi, Peran Kunci Perubahan
Pengamat politik Riau, Alexsander Yandra, menilai pentingnya peran tim transisi dalam masa peralihan kepemimpinan daerah. Menurutnya, pembentukan tim transisi bukan sekadar formalitas, melainkan penentu kelancaran adaptasi visi-misi kepala daerah terpilih dalam dokumen pembangunan seperti RPJMD, Renstra, dan RKPD.
“Tim transisi seharusnya menjadi motor penggerak stabilitas dan harmonisasi program antara pemerintahan sebelumnya dan yang akan datang,” kata Alex, Kamis (22/5/2025).
Ia menegaskan bahwa tim ini harus mampu menerjemahkan arah kebijakan baru ke dalam dokumen perencanaan agar program prioritas kepala daerah bisa dijalankan secara efektif.
Selain itu, ia menyebut keberadaan tim transisi sangat vital untuk memastikan kelancaran alih kekuasaan tanpa mengganggu roda pemerintahan.
“Mereka bertugas mengumpulkan informasi strategis, menyusun program kerja awal, dan membangun komunikasi lintas sektoral agar kepala daerah baru bisa bekerja sejak hari pertama,” tambahnya.
Namun, Alex juga menyoroti potensi kegagalan tim transisi.
“Bisa saja tim transisi gagal karena dua hal: pertama, keterbatasan dalam merumuskan program kerja prioritas sesuai kapasitas fiskal daerah; kedua, lemahnya pemahaman OPD terhadap tupoksi mereka, serta minimnya inovasi yang membuat anggaran tidak tepat sasaran,” jelasnya.
Ia pun mendorong kepala daerah terpilih membentuk tim transisi yang solid, lintas disiplin, dan berbasis data.
“Transisi yang buruk bisa menghambat pelayanan publik dan memperlambat realisasi janji politik. Maka dari itu, ini bukan hanya urusan teknis, tapi juga komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang baik,” tutupnya.***m.komar.d